Bulan Maulud, Sejarah Maulid Nabi, Dan Orang Pertama Yang Merayakan Maulidan


Bulan Rabiul Awal identik dengan Maulid Nabi karena di bulan ini sosok manusia agung pembawa risalah, Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam dilahirkan untuk semesta alam. Yaitu pada tanggal (12 Rabiul Awal).


Hari kelahiran Nabi Muhammad ini sering disebut Maulid atau Maulud. Perayaan Maulid Nabi ini sudah menjadi tradisi masyarakat muslim di Indonesia yang mayoritas bermazhab Syafi'i. Perayaan ini merupakan wujud dan ekspresi kegembiraan dan penghormatan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW.


Sejarah perayaan Maulid Nabi Muhammad ini dapat kita ketahui dari beberapa referensi di antaranya keterangan Al-Maqrizy dalam kitabnya "Al-Khathat" yang menyebutkan perayaan Maulid dimulai ketika zaman Daulah Fatimiyah syiah di Mesir (berkuasa sekitar abad 4 H). Namun, ahlus sunnah waljamaah tidak sependapat dengan hal ini.


Adapun sumber lain menyebutkan, Maulid dikembangkan oleh Abul Abbas Al-Azafi. Para ahli sejarah seperti Ibn Khallikan, Sibth Ibn Al-Jauzi, Ibn Kathir, Al-Hafizh Al-Sakhawi, Al-Hafizh Al-Suyuthi sepakat menyatakan bahwa orang yang pertama kali mengadakan peringatan maulid adalah Sultan Al-Muzhaffar.


Namun, referensi lain mengatakan bahwa Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi adalah orang yang pertama kali mengadakan Maulid Nabi. Shalahuddin kala itu menggelar perayaan Maulid dengan tujuan membangkitkan semangat umat Islam untuk kembali berjihad membela Islam pada masa Perang Salib.


Menukil dari kitab Majmu' Al Fatawa, 35/ 138. Ahmad bin 'Abdul Halim Al-Haroni rahimahullah beliau mengatakan:


صَلَاحِ الدِّينِ الَّذِي فَتَحَ مِصْرَ ؛ فَأَزَالَ عَنْهَا دَعْوَةَ العبيديين مِنْ الْقَرَامِطَةِ الْبَاطِنِيَّةِ وَأَظْهَرَ فِيهَا شَرَائِعَ الْإِسْلَامِ


"Shalahuddin-lah yang menaklukkan Mesir. Dia menghapus dakwah 'Ubaidiyyun yang menganut aliran Qoromithoh Bathiniyyah (aliran yang jelas sesatnya). Shalahuddin-lah yang menghidupkan syariat Islam di kala itu." (Majmu' Al Fatawa, 35/138)


Dalam perkataan lainnya, beliau mengatakan:


فَتَحَهَا مُلُوكُ السُّنَّة مِثْلُ صَلَاحِ الدِّينِ وَظَهَرَتْ فِيهَا كَلِمَةُ السُّنَّةِ الْمُخَالِفَةُ لِلرَّافِضَةِ ثُمَّ صَارَ الْعِلْمُ وَالسُّنَّةُ يَكْثُرُ بِهَا وَيَظْهَرُ


"Negeri Mesir kemudian ditaklukkan oleh raja yang berpegang teguh dengan Sunnah yaitu Shalahuddin. Dia yang menampakkan ajaran Nabi yang shahih di kala itu, berseberangan dengan ajaran Rafidhah (Syi'ah). Pada masa dia, akhirnya ilmu dan ajaran Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam semakin terbesar luas." (Majmu' Al-Fatawa, 3/281)


Alasan Merayakan Maulid Nabi


Bulan Maulid adalah bulan yang dirindukan karena dianggap mendatangkan keberkahan bagi alam semesta. Di bulan ini tepatnya Hari Senin, 12 Rabiul Awal Tahun Gajah, Al-Musthofa Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam dilahirkan.


Di bulan ini muslim di dunia bergembira menggelar maulidan, membaca sholawat dan berziarah ke makam Nabi yang mulia di Madinah. Semua itu dilakukan untuk menghormati Baginda Rasulullah untuk jasa-jasa beliau kepada kita.


Ulama besar Makkah Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Hasani (1944-2004) berkata:


إن أول المحتفلين بالمولد هو صاحب المولد

وهو النبي صلى الله عليه وسلم

كما جاء فى الحديث الصحيح الذي

رواه مسلم لما سئل عن صيام يوم الإثنين ،

قال صلى الله عليه وسلم :

«ذاك يوم ولدت فيه»

فهذا أصح وأصرح نص فى مشروعية الإحتفال

بالمولد النبوي الشريف

ولا يلتفت لقول من قال :

إن أول من إحتفل به الفاطميون

لأن هذا إما جهل او تعام عن الحق


"Sesungguhnya orang yang pertama kali merayakan Maulid adalah pemilik Maulid, yaitu Baginda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Dijelaskan dalam Sahih Muslim ketika Beliau ditanya tentang alasan Beliau berpuasa pada hari Isnin (Senin),Beliau menjawab: "Pada hari itu aku dilahirkan".


Pernyataan ini adalah nash yang paling sahih dan paling jelas (sebagai hujjah) didalam disyariatkannya merayakan Maulid Nabi. Jangan pedulikan pendapat siapapun yang mengatakan bahwa yang pertama kali merayakan Maulid adalah orang-orang dari Dinasti Fathimiyah, karena alasannya cuma satu di antara dua hal, mungkin karena tidak tahu atau sengaja menutup mata dari kebenaran yang nyata." (Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki, Al-I'lam Bi Fatawa Aimmatil Islam Haula Maulidihi 'Alaihi As-Shalatu Wassalam,


Adapun referensi lain menyebutkan bahwa Perayaan Maulid Nabi pertama kali dilakukan oleh raja Irbil (wilayah Iraq sekarang), bernama Muzhaffaruddin al-Kaukabri, pada awal abad ke 7 hijriyah.


Ibnu Katsir dalam kitab Tarikh berkata:


“Sultan Mudhoffar mengadakan peringatan maulid Nabi pada bulan Robi’ul Awwal. Beliau merayakannya secara besar-besaran. Beliau adalah seorang yang berani, pahlawan,` alim dan seorang yang adil -semoga Allah merahmatinya-”.


Dijelaskan oleh Sibth (cucu) Ibn al-Jauzi bahwa dalam peringatan tersebut Sultan al-Mudhoffar mengundang seluruh rakyatnya dan seluruh para ulama’ dari berbagai disiplin ilmu, baik ulama’ dalam bidang ilmu fiqh, ulama’ hadits, ulama’ dalam bidang ilmu kalam, ulama’ usul, para ahli tasawwuf dan lainnya.


Sejak tiga hari, sebelum hari pelaksanaan mawlid Nabi SAW beliau telah melakukan berbagai persiapan. Ribuan kambing dan unta disembelih untuk hidangan para hadirin yang akan hadir dalam perayaan Maulid Nabi SAW tersebut.


Segenap para ulama’ saat itu membenarkan dan menyetujui apa yang dilakukan oleh Sultan al-Mudhoffar tersebut. Mereka semua berpandang dan menganggap baik perayaan maulid Nabi SAW yang dibuat untuk pertama kalinya itu.


Ibn Khallikan dalam kitab Wafayat al-A`yan menceritakan bahwa al-Imam al-Hafizh Ibn Dihyah datang dari Moroco menuju Syam dan seterusnya ke menuju Iraq, ketika melintasi daerah Irbil pada tahun 604 Hijrah, beliau mendapati Sultan al-Mudhoffar, Raja Irbil tersebut sangat besar perhatiannya terhadap perayaan Maulid Nabi SAW.


Oleh kerana itu, al-Hafzih Ibn Dihyah kemudian menulis sebuah buku tentang Maulid Nabi yang diberi judul “al-Tanwir Fi Maulid al-Basyir an-Nadzir”. Karya ini kemudian beliau hadiahkan kepada Sultan al-Mudhoffar.


Para ulama’, semenjak zaman Sultan al-Mudhoffar dan zaman selepasnya hingga sampai sekarang ini menganggap bahwa perayaan maulid Nabi adalah sesuatu yang baik. Para ulama terkemuka dan Huffazh al-Hadits telah menyatakan demikian.


Di antara mereka seperti al-Hafizh Ibn Dihyah (abad 7 H), al-Hafizh al-’Iraqi (W. 806 H), Al-Hafizh Ibn Hajar al-`Asqalani (W. 852 H), al-Hafizh as-Suyuthi (W. 911 H), al-Hafizh aL-Sakhawi (W. 902 H), SyeIkh Ibn Hajar al-Haitami (W. 974 H), al-Imam al-Nawawi (W. 676 H), al-Imam al-`Izz ibn `Abd al-Salam (W. 660 H), mantan mufti Mesir iaitu Syeikh Muhammad Bakhit al-Muthi’i (W. 1354 H), Mantan Mufti Beirut Lubnan yaitu Syeikh Mushthafa Naja (W. 1351 H) dan terdapat banyak lagi para ulama’ besar yang lainnya.


Bahkan al-Imam al-Suyuthi menulis karya khusus tentang maulid yang berjudul “Husn al-Maqsid Fi ‘Amal al-Maulid”. Karena itu perayaan maulid Nabi, yang biasa dirayakan di bulan Robi’ul Awwal menjadi tradisi ummat Islam di seluruh dunia, dari masa ke masa dan dalam setiap generasi ke generasi.


Hukum Peringatan Maulid Nabi


Peringatan Maulid Nabi Muhammad sallallahu`alaihi wasallam yang dirayakan dengan membaca sebagian ayat-ayat al-Qur’an dan menyebutkan sebagian sifat-sifat Nabi SAW yang mulia, ini adalah perkara yang penuh dengan berkah dan kebaikan kebaikan yang agung.


Tentu jika perayaan tersebut terhindar dari bid`ah-bid`ah sayyi-ah yang dicela oleh syara’. Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa perayaan Maulid Nabi mulai dilakukan pada permulaan abad ke 7 Hijrah. Ini berarti perbuatan ini tidak pernah dilakukan oleh Rosulullah sallallahu`alaihi wasallam, para sahabat dan generasi Salaf.


Namun demikian tidak berarti hukum perayaan Maulid Nabi dilarang atau sesuatu yang haram. Kerana segala sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Rosulullah sallallahu`alaihi wasallam atau tidak pernah dilakukan oleh para sahabatnya belum tentu bertentangan dengan ajaran Rosulullah sallallahu`alaihi wasallam sendiri. 

Para ulama’ menyatakan bahwa perayaan Maulid Nabi SAW adalah sebagian daripada bid`ah hasanah (yang baik). Artinya bahwa perayaan Maulid Nabi SAW ini merupakan perkara baru tetapi ia selari dengan Al-Qur’an dan hadith-hadith Nabi SAW dan sama sekali tidak bertentangan dengan keduanya.


Dalil mengenai Peringatan Maulid Nabi SAW 


Peringatan Maulid Nabi masuk dalam anjuran hadith nabi untuk membuat sesuatu yang baru yang baik dan tidak menyalahi syari`at Islam. Rosulullah sallallahu`alaihi wasallam bersabda:


“مَنْ سَنَّ فيِ اْلإِسْـلاَمِ سُنَّةً حَسَنـَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَىْءٌ”. (رواه مسلم في صحيحه)”.



“Barang siapa yang melakukan (merintis) dalam Islam sesuatu perkara yang baik maka ia akan mendapatkan pahala daripada perbuatan baiknya tersebut, dan ia juga mendapatkan pahala dari orang yang mengikutinya selepasnya, tanpa dikurangkan pahala mereka sedikitpun”. (Diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim di dalam kitab Shahihnya).


"Tidak layak bagi orang yang berakal bertanya: mengapa kalian memperingati maulid?. Seolah ia berkata: Mengapa kalian bergembira dengan adanya Nabi?"


~Sayyid Muhammad Bin Alawi Al-malikk Al-Hasani.


Baca Juga:


Kusni Kasdut, Pejuang Indonesia Yang Berakhir Menjadi Perampok Yang Paling Di Cari Di Indonesia


Indomie Produk Indonesia Mendapat Gelar Sebagai Mie Instan Terbaik Dan Terenak Sedunia

Post a Comment (0)
Previous Post Next Post