Kusni Kasdut, Pejuang Indonesia Yang Berakhir Menjadi Perampok Yang Paling Di Cari Di Indonesia



Waluyo Atau Kusni Kasdut, merupakan pria kelahiran 1929 di Blitar. Hidup masa kecilnya cukup memprihatinkan. Demi mencari nafkah, Waluyo kecil menjajakan rokok dan makanan kecil di terminal bis Kota Malang.

Saat telah dewasa, Waluyo bergabung dalam perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia pada 1945-1949 melawan tentara Belanda yang mencoba kembali menjajah Indonesia pasca kemerdekaan.
 
Ia membantu Republik Indonesia dengan kelihaiannya dalam mencuri harta milik para saudagar Tionghoa yang kemudian membagi bagikannya kepada para pejuang revolusi. Atas kelihaiannya ini, Waluyo digelari Robin Hood dan selain itu namanya juga lebih dikenal dengan Kusni Kasdut.

Pergerakan Kusni nyatanya juga membuat Belanda saat itu menjadikannya salah satu
target. Kusni saat itu bergerak di front Jawa Timur. Tubuhnya yang kecil dan kemampuannya menyamar membuat Belanda cukup kewalahan.

Hingga suatu ketika, Kusni merasakan timah panas dari senjata Belanda yang mengenai kakinya hingga mengakibatkan cacat permanen. Lalu ia juga sempat ditahan di penjara oleh Belanda namun berkali kali Si Kancil ini berhasil membebaskan diri.

Setelah era revolusi berakhir, Kusni memutuskan untuk mencari pekerjaan demi menghidupi keluarganya. Mempunyai pengalaman sebagai pejuang revolusi yang bahkan pernah ditahan Belanda, Kusni mendaftar menjadi Tentara Nasional Indonesia.
Sayang, cacat di kakinya akibat tembakan Belanda saat membela negara era revolusi dulu, menjadi salah satu alasan dirinya ditolak bergabung ke tubuh TNI.

Selain itu, Kusni juga tidak resmi terdaftar dalam kesatuan milisi pro-Republik karena memang ia bekerja underground dengan mensupply bantuan dana bagi para pejuang lain dari hasil curiannya.

Pada titik inilah, Kusni sang pejuang itu masuk ke babak baru dalam hidupnya yg kelam.
Bersama teman-temannya, Mohamad Ali alias Bir Ali, juga Mulyadi dan Abu Bakar, Kusni Kasdut membuat kelompok sindikat perampok.

Kusni didaulat sebagai pemimpin geng mereka saat itu. Kusni pun kembali menjadi perampok. Bedanya, jika sebelum 1950 ia merampok demi Republik, kali ini ia menjadi perampok untuk kelangsungan hidupnya sendiri setelah tidak menemukan pekerjaan.

Kusni bersama rekan rekannya merampok seorang hartawan Arab bernama Ali Badjened pada 11 Agustus 1953. Sang hartawan yang hendak melawan saat itu berakhir terbunuh oleh aksi komplotan Kusni.

 
Aksi Kusni tidak berhenti di sana. Ia dan rekannya berhasil melakukan salah satu perampokan paling gila dan fenomenal dalam sejarah Indonesia. Kusni Kasdut merampok berlian yang terdapat di Museum Nasional atau Museum Gajah, Jakarta Pusat.

Tentu operasi ini terbilang gila dan berbahaya. Mengingat Museum Gajah yang berlokasi di pusat pemerintahan dekat dengan Kementerian Pertahanan dan Istana Negara. Namun hari itu, 31 Mei 1961, Kusni benar benar melakukannya.
Kusni dan rekannya saat itu menyamar sebagai polisi yang turun dari mobil jeep.

Ia menyandera para pengunjung dan menembak salah satu petugas museum hingga meregang nyawa. Total ada 11 butir berlian berhasil digasak Kusni dan komplotannya dari museum tersebut.

Geliat Kusni akhirnya terendus oleh kepolisian. Saat itu Kusni hendak menggadai beberapa bongkah berlian ke pegadaian. Hal ini karena sulit untuk menemukan pembeli yang bersedia membeli berlian seperti itu.

Petugas pegadaian yang curiga dengan berlian berlian tersebut lantas melapor ke polisi. Setelah diketahui berlian tersebut adalah berlian yang dicuri, Kusni kemudian ditangkap dan dipenjarakan dari satu penjara ke penjara lainnya.

Pengadilan Semarang, pada 1969 menjatuhkan vonis mati. Selama jeda menanti eksekusi, berkali kali Kusni dengan licinnya berhasil kabur dari penjara. Setidaknya 8 kali dia kabur dari penjara. Terakhir, Kusni kabur
pada 10 September 1979. Namun ia berhasil tertangkap lagi pada 17 Oktober 1979.

Dirinya sempat mencoba mengajukan grasi. Namun berdasar Surat Keputusan Presiden No. 32/G/1979 tertanggal 10 November 1979, Presiden Soeharto menolaknya.

Saat menunggu waktu eksekusi, Kusni berkenalan dengan seorang pemuka agama Katolik. Kedekatan keduanya membuat Kusni begitu tertarik dan akhirnya bertaubat atas apa yang pernah ia lakukan dimasa lalu.

Kusni memutuskan memeluk Katolik dan dibaptis dengan nama Ignatius Kusni Kasdut.
Kecintaannya terhadap agama ini dituangkan juga melalui sebuah karya pada gedebong pisang. Pada media itu, Kusni melukis Gereja Katedral Jakarta secara detail dan menghadiahkannya kepada gereja tersebut. Hingga kini, lukisan itu pun masih dapat di lihat di Katedral Jakarta.

Kisah lika liku kehidupan Kusni Kasdut dituangkan dalam sebuah buku berjudul namanya sendiri hasil karya seorang Parakitri, jurnalis senior Kompas. Selain itu kisah hidup Kusni juga menjadi inspirasi lagu God Bless berjudul "Selamat Pagi Indonesia" dalam album "Cermin".

9 jam sebelum dieksekusi, pihak kepolisian mengabulkan permintaan terakhir Kusni yaitu berkumpul lagi dengan keluarganya. Bertempat di ruang kebaktian Katolik di Lembaga Pemasyarakatan Kalisosok, Kusni bersama istri, anak, menantu dan cucunya makan bersama untuk terakhir kalinya.

Mereka makan bersama dengan menu capcay, mie dan ayam goreng. Diantara seluruh yang hadir, hanya Kusni yang terlihat paling lahap makan, sedangkan keluarganya tidak dapat menikmati makanan itu sebagaimana Kusni.

Perjalanan seorang Kusni Kasdut sang " Robin Hood" Indonesia berakhir pada 16 Februari 1980 di depan regu penembak. Siapa sangka, kekecewaan atas Republik yang selama ini ia bela, serta kebutuhan akan ekonomi membuat seorang mantan pejuang yang rela cacat demi membela tanah airnya, berakhir sebagai seorang perampok paling dicari di Indonesia.

Baca Juga:


Post a Comment (0)
Previous Post Next Post