Fotografi, salah satu hobi yang digemari masyarakat. Mulai dari generasi muda hingga generasi tua, bahkan dari yang amatir hingga profesional. Perkembangan teknologi kini mendekatkan manusia kepada fotografi, setidaknya lewat smartphone anda bisa mengabadikan momen sehari-hari.
Dibalik canggihnya teknologi fotografi yang dikembangkan kalangan barat, ada ilmuan muslim jenius yang penemuannya menjadi cikal bakal perkembangan teknologi fotografi kini. Dialah Abu Ali Al Hasan Al Haitham alias Ibnu Haitham. Lahir di Basrah, Ia adalah seorang cendikiawan muslim yang hidup pada tahun 965-1040 Masehi.
Ibnu Haitham dilahirkan di Basrah pada tahun 354H atau 965 Masehi. Ia memulai pendidikan awalnya di Basrah sebelum diangkat menjadi pegawai pemerintah ditempat kelahirannya. Setelah beberapa lama bekerja dipemerintahan, Haytham pergi ke Ahwaz dan Mesir diperjalanan ke Ahwaz, Haytham menghasilkan beberapa karya tulis yang luarbiasa.
Kecintaannya kepada ilmu pengetahuan, telah membawanya berhijrah ke Mesir. Selama di Mesir Haytham melakukan beberapa penyelidikan mengenai aliran Sungai Nil serta menyalin buku-buku mengenai matematika dan falak.
Tujuannya adalah untuk mendapatkan uang cadangan dalam menempuh perjalanan menuju Universitas Al-Azhar.
Haitham telah menjadi seorang yang mahir dalam bidang sains, falak, matematika, geometri, pengobatan, dan falsafah. Tulisannya mengenai cara kerja mata manusia, telah menjadi salah satu Referensi yang penting dalam bidang kajian sains di Barat.
Teorinya mengenai pengobatan mata masih digunakan hingga saat ini di berbagai Universitas di seluruh dunia.
Dari hasil usahanya, Ibnu Haitham menjadi seorang yang amat mahir dalam bidang sains, falak, matematik, geometri, pengobatan, dan falsafah. Tulisannya mengenai mata, telah menjadi salah satu rujukan yang penting dalam bidang pengajian sains di Barat.
Malahan kajiannya mengenai pengobatan mata telah menjadi asas kepada pengajian pengobatan modern mengenai mata.
Karya tulis fenomenal Ibnu Haitham yang berpengauh signifikan terhadap dunia fotografi di Barat adalah Kitab Al-Manazir (Book of Optics) yang terdiri dari 7 jilid buku tebal.
Buku ini ditulis sekitar tahun 1011 – 1021 Masehi. Dalam Kitab Al-Manazir, Ibnu Haitham menjelaskan bahwa terdapat dua jenis cahaya : cahaya utama dan cahaya sekunder.
Cahaya utama lebih kuat daripada cahaya sekunder. Ia bereksperimen menggunakan pendekatan matematika-fisika sehingga mampu menciptakan teori tentang pencahayaan (lighting) dan warna.
Warna juga berperilaku seperti cahaya yaitu memiliki kualitas yang berbeda bentuk dan bergerak dari setiap titik pada benda apapun dalam garis lurus.
Ibnu Haitham pun menyimpulkan bahwa warna tidak dapat hidup tanpa udara. Pada perkembangan selanjutnya ia mencetuskan teori tentang berbagai macam fenomena fisik seperti bayangan, gerhana, dan juga pelangi.
Untuk membuktikan teori-teori dalam bukunya itu, al-Haitham lalu menyusun Al-Bayt Al-Muzlim atau lebih dikenal dengan sebutan kamera obscura. Ibnu Haitham membuat lubang kecil pada dinding yang memungkinkan citra matahari semi nyata diproyeksikan melalui permukaan datar. Oleh kamus Webster, fenomena ini secara harfiah diartikan sebagai ''ruang gelap''.
Ruang gelap itu berupa kertas kardus dengan lubang kecil untuk masuknya cahaya. Di masa mendatang, teori yang dipecahkan Ibnu Haitham itu telah mengilhami penemuan film yang kemudiannya disambung-sambung dan dimainkan kepada para penonton.
Istilah kamera obscura yang ditemukan Ibnu Haitham pertama kali diperkenalkan di Barat oleh Joseph Kepler (1571 M - 1630 M). Ia meningkatkan fungsi kamera itu dengan menggunakan lensa negatif di belakang lensa positif, sehingga dapat memperbesar proyeksi gambar (prinsip ini digunakan dalam dunia lensa foto jarak jauh modern).
Robert Boyle (1627-1691 M), mulai menyusun kamera yang berbentuk kecil, tanpa kabel, jenisnya kotak kamera obscura pada 1665 M. Setelah 900 tahun dari penemuan Ibnu Haitham, pelat-pelat foto pertama kali digunakan secara permanen untuk menangkap gambar yang dihasilkan oleh kamera obscura.
Foto permanen pertama diambil oleh Joseph Nicephore Niepce di Prancis pada 1827. Tahun 1855, Roger Fenton menggunakan plat kaca negatif untuk mengambil gambar dari tentara Inggris selama Perang Crimean.
Tahun 1888, George Eastman mengembangkan prinsip kerja kamera obscura ciptaan al-Haitham dengan baik sekali dan George Eastman lah yang menciptakan kamera kodak.
Sebuah versi kamera obscura digunakan dalam Perang Dunia I untuk melihat pesawat terbang dan pengukuran kinerja. Pada Perang Dunia II kamera obscura juga digunakan untuk memeriksa keakuratan navigasi perangkat radio.
Begitulah penciptaan kamera obscura yang dicapai Ibnu Haitham mampu mengubah peradaban dunia.
Penemuan Ibnu Haitham menginspirasi perkembangan fotografi. Ia juga didaulat sebagai Bapak Optik Modern dan intelektualitasnya diakui dunia barat.
Prestasi ilmuan muslim yang telah menulis lebih dari 200 karya ilmiah ini sangat membanggakan. Apalagi semuan penemuannya didedikasikan untuk kemajuan peradaban umat manusia.
Meski saat ini dunia barat menjadi mercusuar kemajuan ilmu pengetahuan, mari kita jadikan kejayaan muslim masa lampau menjadi inspirasi untuk berkembang. Cara sederhana bisa dimulai dengan membaca sejarah kejayaan ilmuan muslim masa lampau.
Wallahu A'lam.
Baca Juga: