Budaya Menyambut Ramadhan Oleh Masyarakat Islam Jawa/ Tradisi Nyadran.
Sebuah serangkaian budaya berupa kenduri selamatan, Besik atau pembersihan makam leluhur serta upacara ziarah kubur, dengan mendoakan roh yang telah meninggal di area makam.
Oleh masyarakat Jawa terutama Jawa Tengah, tradisi ini biasa dilaksanakan di setiap hari ke-10 bulan Rajab atau saat datangnya bulan Sya’ban.
Asal Usul Tradisi Nyadran
Perihal penamaan tradisi ini, beragam istilah yang membentuknya. Ada yang mengatakan bahwa Nyadran yang berasal dari Bahasa Sansekerta “sraddha” yang artinya keyakinan.
Ada pula Nyadran dari kata kerja dalam Bahasa Jawa, (Sadran = Ruwah, Syakban) yang juga dimaknai dengan Sudra (orang awam) menyudra berarti berkumpul dengan orang awam yang mengingatkan kita akan hakekat bahwa manusia pada dasarnya sama.
Disisi lain juga ada yang mengatakan bahwa Nyadran berasal dari kata Sodrun yang berarti Dada atau Hati. Tentunya asal istilah tersebut telah mengisyaratkan tujuan dari terbentuknya tradisi ini.
Adapun perubahan pengucapannya mungkin dikarenakan lidah orang Jawa yang cenderung Medhok yang menjadikan istilah-istilah tersebut berubah menjadi Nyadran.
Telah dimaklumi bahwa masyarakat Jawa sangatlah kokoh dalam memegang budaya leluhur mereka. Berbagai macam tradisi yang keberadaannya masih bisa ditemui hingga hari ini, sebagian besar tidak terlepas dari keyakinan mereka yang diwariskan turun temurun.
Percampuran budaya (Akulturasi) serta nuansa sinkretisme tetap terlihat mewarnai demi sebuah harapan akan keserasian atau keseimbangan hidup.
Tradisi Nyadran adalah salah satunya yang dimaknai diantaranya sebagai sebuah refleksi kerukunan, kebersamaan demi mencapai keharmonisan hidup. Baik hal itu berkaitan dengan yang masih hidup, yang telah meninggal serta keterikatannya dengan Tuhan.
Sekilas Sejarah Tradisi Nyadran
Prosesi Nyadran/ genduri di makam |
Tradisi Nyadran telah dimulai sejak zaman Hindu-Budha dimana Agama Islam belumlah masuk ke Indonesia. Terdapat tradisi serupa dengan Nyadran yakni Tradisi Craddha pada zaman Kerajaan Majapahit.
Adapun kesamaan dari tradisi tersebut pada kegiatan manusia dengan leluhur yang sudah meninggal. Adanya sesaji dan ritual sesembahan untuk penghormatan terhadap leluhur yang telah meninggal.
Sedangkan Tradisi nyadran merupakan sebuah ritual yang berupa penghormatan kepada arwah nenek moyang dan memanjatkan doa selamatan.
Agama Islam Masuk ke Indonesia pada abad ke-13 melalui Walisongo. Sekiranya dakwah dengan pendekatan-pendekatan budaya merupakan jalan terbaik dalam penyebaran Agama yang masih baru tersebut.
Banyaknya ritual-ritual yang bertentangan dengan Agama Islam tidak menjadikan para wali semerta-merta menghapus tradisi-tradisi yang telah melembaga dalam Masyarakat Jawa.
Mereka mengambil jalan kebijaksanaan yakni menyebarkan agama Islam dengan mengakulturasikan budaya masyarakat Jawa dengan nilai-nilai Islam supaya mudah diterima oleh masyarakat dan masuk Islam.
Pelaksanaan Tradisi Nyadran (Craddha) pada masa Hindu-Budha menggunakan puji-pujian dan sesaji sebagai perlengkapan ritualnya sedangkan oleh Walisongo diakulturasikan dengan doa-doa dari Al-Quran.
Masyarakat Jawa Kuno meyakini bahwa leluhur yang sudah meninggal sejatinya masih ada dan mempengaruhi kehidupan anak cucu atau keturunannya.
Karena pengaruh agama Islam pula makna nyadran mengalami pergeseran dari sekedar berdoa kepada Tuhan menjadi ritual pelaporan dan wujud penghargaan kepada bulan Sya’ban atau nifsu Sya’ban.
Ajaran agama Islam meyakini bahwa bulan Sya’ban yang datang menjelang Ramadhan merupakan bulan pelaporan atas amal perbuatan manusia.
Oleh karena itu pelaksanaan ziarah kubur juga dimaksud sebagai sarana intropeksi atau perenungan terhadap segala daya dan upaya yang telah dilakukan selama satu tahun.
Wallahu A'lam.
Baca Juga:
MALAM NISFU SYA'BAN DAN LAILATUL QODAR
Isra Miraj Nabi Muhammad. Sejarah, Latar Belakang, Dan Peristiwa