Korban ditemukan dalam 2 kardus di Jalan Sudirman, 1 kardus berisi kepala dan 12 tulang, sisanya berisi 180 potongan daging dan isi perut manusia.
Kasus pembunuhan misterius dan tidak terpecahkan tak cuma terjadi di luar negeri. Indonesia mencatat banyak kasus serupa yang juga menjadi tanda tanya besar hingga saat ini. Salah satu yang paling menjadi teka teki adalah kasus Pesona 13 atau Setiabudi 13.
Pada 23 November 1981, dua orang satpam di PT Garuda Mataram Motor menemukan dua kardus tergeletak di atas trotoar jalur lambat Jalan Sudirman, Jakarta. Tepatnya di daerah persimpangan Jalan Setiabudi, Jakarta Selatan. Sebuah jalan protokol besar ibukota.
Awalnya, keberadaan kedua kardus itu tidak terlalu mencurigakan. Namun lama kelamaan, kedua satpam tersebut merasa terganggu dan curiga dengan keluarnya bau busuk yang cukup menyengat dari dalam kardus tersebut.
Meski curiga, keduanya tidak berani langsung memeriksa isi kardus itu. Khawatir jika isinya adalah sesuatu yang diluar dugaan mereka. Kedua satpam itu lantas berjalan menuju ke pos polisi lalu lintas di persimpangan, yang memang tidak terlalu jauh dari lokasi.
Sayangnya, karena kondisi lalu lintas yang ramai, polisi yang sedang berjaga tidak langsung menangani laporan kedua satpam itu. Jln Jenderal Sudirman memang sebuah jalan utama yang padat kendaraan, dan saat itupun kondisi jalan sedang di puncak kemacetan, sehingga polisi yang sedang berjaga lebih mengutamakan mengurai arus lalu lintas terlebih dahulu, dan membiarkan sementara kedua kardus yang berbau busuk tersebut.
Di saat yang bersamaan, ada dua orang pemulung yang mengais sampah di sekitar PT Garuda Mataram Motor, hingga sampailah mereka ke hadapan 2 kardus tersebut. Keduanya lalu berniat untuk mengambil kardus itu, lalu dijual ke penadah.
Ketika akan diambil, kardus itu terasa berat. Akhirnya, mereka berinisiatif untuk membuka kardus dan membongkar isinya, sekiranya ada barang barang tidak penting dan tidak layak dijual bisa mereka keluarkan agar meringankan beban yang harus mereka bawa. Namun ketika dibuka, isinya mungkin tidak akan pernah hilang dari otak mereka selamanya.
Ilustrasi |
Salah satu kardus berisi sebuah kepala manusia dan 12 potong tulang belulang yang sudah bersih dikerat dari daging. Sementara, satu kardus lainnya berisi 180 potongan daging dan isi perut manusia. Sontak kedua pemulung ini geger dan kasus inipun ramai diberitakan.
Saat itu, kasus mutilasi belum terlalu populer bagi masyarakat Indonesia. Apalagi, pelaku mengeksekusi korbannya dengan begitu kejam. Kasus ini disebut sebut sebagai kasus mutilasi pertama di Indonesia yang mencuat dan mendapat perhatian masyarakat luas.
Karena terjadi di Jalan Setiabudi, kasus ini dikenal juga dengan nama Mutilasi Setiabudi 1981, Setiabudi 13 yang merujuk pada 13 potong tubuh korban (1 kepala dan 12 potong tulang), atau Pesona 13.
Potongan potongan tubuh itu lalu dibawa ke RSCM untuk diautopsi oleh dokter ahli forensik, dr. Mun'im Idries. Dalam pemeriksaannya, Mun'im lalu menyusun potonga2 itu hingga menjadi satu jasad nyaris utuh, karena bagian anus, kandung kemih, dan pankreas korban hilang.
dr. Mun'im Idries |
Semuanya dapat disusun menjadi jasad manusia. Si pembunuh tidak hanya memotong-motong jasad korban secara sistematik, tapi juga menyayat dan mengupas seluruh daging dari tulangnya," tulis Mun'im dalam bukunya, Indonesia X-Files.
Melalui jasad yang sudah disusun itu, Mun'im bisa mengungkapkan profil korban. Korban adalah seorang pria penderita penyakit fimosis, yaitu lubang saluran urine yang sangat sempit di ujung kemaluan yang tidak disunat. Kisaran usia korban 18-21th, tinggi 165cm, tegap, dan agak gemuk.
Korban juga memiliki ciri khusus berupa beberapa tahi lalat di tubuhnya. Berdasarkan tanda tanda forensik korban, Mun'im menduga proses mutilasi berlangsung pada 21 November malam hingga dini hari berikutnya.
Pembunuhan ini jelas bukan dilakukan oleh orang biasa. Sebab, potongannya begitu rapi dan mengerat tulang dengan bersih juga bukan hal mudah. Paling tidak, diperlukan lebih dari dua orang untuk melakukan pekerjaan tersebut dalam waktu yang begitu singkat.
Sebagai gambaran, bagi sebuah tim forensik profesional yang sudah terlatih sekali pun, butuh waktu lebih dari dua jam untuk sekadar membedah mayat. Sementara pelaku, diduga hanya membutuhkan waktu 3-4 jam saja.
Mengerat tulang dan mengelupasi mayat itu bukan hal yang mudah," tutur Mun'im dalam keterangannya mengomentari bagaimana bersihnya pekerjaan pelaku.
Hal yang menjadi janggal adalah seluruh bagian tubuh yang biasa digunakan untuk proses identifikasi pada korban masih utuh. Untuk ukuran kasus mutilasi, ini cukup aneh.
Uniknya, wajah tidak diapa-apakan, telapak tangan masih ada, telapak kaki masih ada. Selebihnya seperti kambing guling, disayat-sayat ratusan potong. Paru, hati, limpa, masih utuh," kata Mun'im di acara 'Mata Najwa' bertema X-Files.
Acara Mata Najwa Metrotv |
Umumnya, pelaku pembunuhan akan memotong-motong korbannya sebagai salah satu cara untuk menghilangkan identitas korban. Sehingga, kejahatan yang ia lakukan tidak bisa diketahui oleh orang lain.
Cara yang paling umum, biasanya, adalah dengan melenyapkan bagian kepala untuk mencegah pengenalan visual korban serta kaki dan tangan, untuk mengaburkan pola sidik jari. Banyak juga, yang akhirnya, pelaku memilih menghancurkan bagian-bagian tubuh itu agar tidak bisa dikenali lagi.
Namun di kasus ini, seluruh bagian tubuh korban yang umumnya dilenyapkan oleh pelaku, justru menjadi bagian bagian yang dibiarkan utuh. Semuanya masih utuh dan terkesan sengaja tidak diapa apakan. Seolah olah, pelaku ini ingin menantang siapapun yang menemukan korban.
Meski sangat aneh dan memang sulit untuk memahami motivasi si pelaku melakukan ini, tapi tanda tanda vital itu dianggap sebagai bukti yang sangat membantu.
Dengan segera, pihak kepolisian langsung membuat sketsa wajah dan sidik jari korban untuk disebarkan seluas-luasnya. Bahkan, saat itu, media mengekspose kasus ini besar besaran.
Namun, hingga hari ini tidak ada satu pun informasi yang masuk soal identitas korban. Tidak pernah ada keluarga, kerabat, atau rekan yg mengaku mengenal atau paling tidak, sempat melihat korban.
"Tapi anehnya, sidik jari ada, mukanya ada, tapi tidak terungkap sampai sekarang," ucap Mun'im.
Hingga kini, hampir 40 tahun pasca kejadian, kasus ini masih belum juga terpecahkan. Tidak pernah ada yang bisa menunjukkan secara pasti, siapa pembunuh kejam ini Dan siapa sebenarnya identitas korban Setiabudi 13 ini.
Wallahu A'lam.
Baca juga:
Tragedi Jumat Kelabu, Banjarmasin 23 Mei 1997