Sejarah Wabah Besar Yang Melanda Dunia Setiap 100 Tahun Tambahnya Usia Bumi. (1720, 1820, 1920, Dan 2020)


Ilustrasi Penanganan Wabah Virus Oleh Tim Medis


Entah sebuah kebetulan atau tidak, dalam catatan sejarah setiap 100 tahun ada wabah atau pandemi luar biasa besar yang melanda dunia. Pandemi tersebut adalah Wabah Besar Marseille (1720), Wabah Kolera (1820), Flu Spanyol (1920), dan terakhir adalah Virus Corona (2020). Apakah ini hanya sebuah kebetulan atau kah ada sesuatu di baliknya?


Sejarah benar-benar berulang, kali ini adalah pandemi atau wabah mengerikan yang membunuh banyak orang di berbagai belahan dunia. Di mulai dari Wabah Marseille di Perancis hingga yang paling terbaru adalah Virus Corona yang melanda Wuhan, China. Menariknya, sejumlah teori mengatakan bahwa ada kemungkinan virus-virus tersebut sengaja disebarkan oleh suatu organisasi.


1. The Great Plague Of Marseille – Tahun 1720


Wabah Marseille, seperti namanya terjadi di Marseille, Perancis pada tahun 1720. Wabah ini menewaskan total 100.000 jiwa, sementara 50.000 korban lainnya tewas selama 2 tahun berikutnya dan 50.000 korban lainnya lagi berasal dari utara provinsi dan juga kota-kota di sekitarnya. Tentu saja ini merupakan jumlah korban jiwa yang sangat besar pada masa itu, di mana populasi manusia khususnya di Eropa masih belum begitu banyak.


Wabah Marseille ini merupakan wabah yang terjadi setelah pandemi dahsyat terakhir melanda pada abad ke 14 yang dikenal pula dengan Black Death.


Korban pertama dari wabah ini diduga adalah seorang penumpang Turki yang terinfeksi dan tewas di kapal Grand-Saint-Antoine diikuti dengan meninggalkan sejumlah awak kapal yang lainnya.Pandemi ini dimulai ketika kapal dagang bernama Grand-Saint-Antoine berlabuh di pelabuhan Marseille dari Levant. Kapal yang berangkat dari Sidon di Lebanon, setelah sebelumnya mengunjungi Smyrna, Tripoli, dan Siprus ini rupanya membawa Yersinia pestis. Yersinia pestis adalah organisme anaerob fakultatif yang menginfeksi manusia melalui kutu tikus Oriental.


Sebenarnya ketika sampai di pelabuhan Marseille, para penumpang kapal segera dikarantina oleh otoritas pelabuhan. Tetapi ternyata beberapa hari kemudian penyakit itu merebak hingga ke kota. Rumah sakit dipenuhi dengan pasien yang tertular. Dokter dan perawat kewalahan dengan semakin meningkatnya jumlah orang yang tertular. Ribuan mayat berserakan di jalan-jalan. Kepanikan segera melanda seluruh kota.


Salah satu upaya yang dilakukan untuk menghentikan penyebaran yaitu dengan membangun tembok pemisah atau mur de la peste. Tembok ini terbuat dari batu kering setinggi 2 meter dan tebal 70 cm. Sisa-sisa dari tembok ini masih dapat ditemukan sampai sekarang.


2. The First Cholera Pandemic – Tahun 1820


Pandemi atau wabah ini dikenal juga dengan pandemi kolera Asiatik atau kolera Asiatik pertama. Awal mula kemunculannya dimulai dekat kota Calcutta lalu kemudian menyebar ke seluruh Asia Tenggara, Timur Tengah, Afrika Timur, hingga pantai Mediterania.


Ratusan ribu orang tewas akibat pandemi ini termasuk banyak tentara Inggris yang kemudian menarik perhatian Eropa. Pandemi ini menyebar hampir di seluruh negara-negara Asia termasuk Indonesia. Pada tahun 1820 tercatat lebih dari 100.000 kematian di Asia disebabkan oleh bakteri ini.


Pandemi ini dimulai dari orang-orang yang minum air yang terkontaminasi bakteri ini. Asal dari endemik ini adalah dari Sungai Gangga. Pada saat festival, para peziarah tertular penyakit di sana dan membawanya ke tempat-tempat lainnya di India saat mereka kembali. Beberapa ahli epidemiologi dan sejarawan medis telah menyarankan bahwa penyebarannya secara global melalui ziarah Hindu, Kumbh Mela, di hulu Sungai Gangga. Wabah kolera sebelumnya telah terjadi di dekat Purnia di Bihar.


Total kematian akibat epidemi ini di seluruh dunia masih belum dapat dipastikan dengan jelas. Namun beberapa ahli memperkirakan bahwa untuk di Bangkok, Thailand kemungkinan terjadi 30.000 kematian akibat penyakit ini. Sementara itu di Semarang, ada sebanyak 1.225 orang meninggal dunia dalam 11 hari pada bulan April 1821.


3. The Spanish Flu – Tahun 1920


Flu Sapanyol adalah virus flu H1N1 yang telah mengalami mutasi genetik sehingga jauh lebih berbahaya daripada virus normal.


Flu Spanyol menginfeksi lebih dari 500 juta orang di seluruh dunia, termasuk orang-orang di pulau-pulau Pasifik yang terpencil hingga sampai di Kutub Utara, menjadikannya sebagai salah satu wabah yang paling mematikan dalam sejarah.


Beberapa analisis telah menunjukkan virus ini sangat mematikan karena memicu badai sitokin yang merusak sistem kekebalan tubuh. Ditambah lagi dengan kondisi malnutrisi, kamp medis, dan juga rumah sakit yang penuh sesak serta kebersihan yang buruk mendorong bakteri ini semakin cepat menyebar.

Dampak dari Virus ini ialah korban berjatuhan di mana mana, di rumah di jalan dan juga tempat karantina rumah sakit, ratusan korban berjatuhan di setiap harinya.


Coronavirus / Covid19  - Tahun 2020


Apa itu COVID-19?

Virus corona (CoV) adalah sekumpulan virus yang dapat menyebabkan berbagai macam penyakit, termasuk selesma dan pneumonia. COVID-19 adalah penyakit menular akibat infeksi virus corona jenis SARS-CoV-2.


Laporan awal mengenai virus ini diterbitkan pada bulan Desember 2019. Kasus ini kemudian dinyatakan sebagai pandemi oleh WHO (World Health Organisation/Organisasi Kesehatan Dunia) pada bulan Maret 2020.


Virus ini pertama kali diidentifikasi di Wuhan, ibu kota provinsi Hubei China. Virus ini telah menunjukkan bukti penularan dari manusia ke manusia dan tingkat penularannya tampaknya meningkat pada pertengahan Januari 2020.


Meskipun ada upaya dari pemerintah China dan lembaga lain untuk mengkarantina seluruh kota, tampaknya virus tersebut telah berhasil menyebar ke luar perbatasan Cina, dengan sejumlah penduduk negara lain mulai dari Eropa hingga Amerika didapati orang-orang yang suspect virus ini. Gejala orang yang terindikasi virus Corona antara lain yaitu demam, batuk, kesulitan bernafas yang bisa berakibat fatal hingga kematian.


Kematian pertama yang dikonfirmasi disebabkan dari infeksi virus corona terjadi pada tanggal 9 Januari 2020 dan sejak itu sudah ada 214 kematian yang telah dikonfirmasi. Sementara itu penularan virus di luar China yang pertama terjadi di negara Vietnam dari seorang ayah ke putranya. Sementara itu, penularan lokal pertama yang tidak melibatkan keluarga yaitu terjadi di Bavaria, Jerman. Pada 22 Januari 2020 seorang pria Bavaria tertular penyakit ini dari seorang rekan bisnis dari China pada sebuah pertemuan di Jerman.


Karakteristik COVID-19:


Patogenik (penyebab penyakit)

Virulen (memiliki efek berbahaya)

Menular (dapat menyebar antarmanusia)


COVID-19 dapat sangat mematikan. Penyakit ini telah menyebabkan kematian jutaan orang di seluruh dunia, serta masalah kesehatan jangka panjang terhadap penyintas COVID-19.


Gejala COVID-19, antara lain:


Demam, Batuk, Sakit tenggorokan, Nyeri otot, Sesak napas, Anosmia (tidak dapat mencium bau)


Gejala COVID-19 pada anak

Bawa anak Anda ke dokter jika:


Berusia di bawah 3 bulan dengan suhu rektum di atas 38 °C, Sistem kekebalan tubuh turun atau menderita penyakit kronis dengan suhu rektum di atas 38 °C, Lesu, terlihat sangat sakit, dan sulit dibangunkan dari tidur


Apa penyebab COVID-19?


COVID-19 disebabkan oleh virus SARS-CoV-2, yang menyebar melalui percikan air liur, kontak, dan transmisi melalui udara. Penyebarannya terjadi lewat:


Percikan air liur.

Virus dapat menyebar jika air liur orang yang terinfeksi mengenai orang lain dalam jarak 2 meter.


Kontak.

Orang akan terinfeksi jika menyentuh permukaan (mis. gagang pintu atau meja) yang terkontaminasi sekresi pernapasan dari orang yang terinfeksi, kemudian menyentuh mata, hidung, atau mulut.


Udara.

Percikan air liur yang sangat kecil dapat tertahan di udara selama 3 jam. Oleh karena itu, risiko tertular akan sangat besar jika berada dalam jarak 2 meter dari orang yang terinfeksi sebab konsentrasi percikan air liurnya sangat tinggi. Makin jauh jaraknya, makin kecil risiko tertular. Penularan lewat udara juga dipengaruhi oleh sejumlah faktor, misalnya aliran udara, suhu, kelembapan, dan paparan sinar matahari.


Data ilmiah terbaru menunjukkan bahwa transmisi mungkin terjadi bahkan sebelum orang yang terinfeksi menunjukkan gejala. Kondisi ini disebut transmisi pra-simtomatik atau asimtomatik.


Apa saja faktor risiko COVID-19?


Anda berisiko terkena COVID-19 jika pernah berkontak erat dengan orang yang terinfeksi. Kelompok-kelompok berikut berisiko lebih tinggi terkena penyakit parah akibat COVID-19:


Lansia (di atas 60 tahun), Pasien dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah


Orang dengan gangguan kesehatan berikut:


Penyakit jantung berat, Penyakit paru kronis, Kanker aktif, Diabetes, BMI di atas 25 (belum divaksin) dan di atas 30 (sudah divaksin)


Apa saja komplikasi dan penyakit terkait COVID-19?


Pada infeksi berat, COVID-19 dapat berdampak pada banyak organ dan gangguan:


Pneumonia, yaitu peradangan paru-paru sehingga penderita sulit bernapas, Masalah jantung, seperti aritmia, Cedera ginjal, Cedera hati, Penggumpalan pada pembuluh darah.


COVID-19 berkepanjangan


Sindrom COVID berkepanjangan adalah gejala-gejala COVID-19 yang tak kunjung hilang dalam waktu lama meski penderita telah dinyatakan sembuh. Gejala-gejala ini dapat berlangsung selama 4 minggu atau lebih.


Di Singapura, sekitar 10% warga (yang belum divaksin) berisiko mengalami efek jangka panjang COVID. Secara umum, hasil penelitian menunjukkan bahwa angka kejadian COVID berkepanjangan lebih rendah pada orang yang sudah divaksin.


Gejala umum COVID berkepanjangan meliputi:


Batuk, Kelelahan, Nyeri sendi, Nyeri dada, Sesak napas atau kesulitan bernapas, Gangguan mengingat, konsentrasi, atau tidur, Gejala yang memburuk setelah aktivitas fisik atau mental, Detak jantung cepat atau jantung berdebar, Pusing saat berdiri, Nyeri otot atau sakit kepala, Depresi atau kecemasan, Tidak dapat mencium bau atau merasakan makanan, Demam.


Bagaimana cara mencegah COVID-19?


Vaksin COVID-19 mengurangi risiko infeksi, penyakit parah akibat COVID-19, dan COVID jangka panjang. Dengan bantuan vaksin, tubuh dapat membentuk respons kekebalan terhadap protein COVID-19.


Selain vaksinasi, Anda harus mempraktikkan kebiasaan berikut agar tidak terjangkit dan menyebarkan COVID-19:


Mencuci tangan secara teratur dengan sabun dan air. Jika tidak nyaman mencuci tangan dengan sabun, gunakan pembersih berbahan dasar alkohol dengan kadar minimal 60%. Tidak menyentuh bagian wajah mana pun sebelum mencuci tangan.


Mengenakan masker saat pergi ke luar rumah. Kebiasaan ini dapat mencegah penularan silang antara individu yang terinfeksi dan yang tidak terinfeksi. Pastikan masker anda terpasang pas di hidung, mulut, dan samping wajah, masker di lengkapi kemampuan menyaring yang baik, terdiri dari minimal 2 lapis bahan tembus udara (tidak menerawang).


Tetaplah di rumah jika timbul gejala pernapasan akut dan kunjungi dokter jika merasa tidak enak badan. Hindari tempat ramai atau kerumunan. Anda perlu membatasi interaksi dengan kerumunan orang dan mengingat orang-orang yang pernah Anda temui.


World Health Organization (WHO) mengumumkan angka resmi jumlah korban pandemi Covid-19 selama kurun 2020-2021. Berdasarkan data lembaga ini, ada sekitar 14,9 juta orang, atau dalam kisaran lebih luas yakni 13,3-16,6 juta orang, meninggal akibat pandemi.

Angka tersebut diambil dari kasus kematian yang terkait langsung, dan diduga dipengaruhi pandemi Covid-19. Data dikumpulkan WHO sejak 1 Januari 2020-31 Desember 2021.


Mengutip Channel News Asia, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menyebut data ini harus menjadi rujukan bagi semua negara agar mulai menyediakan sistem kesehatan yang tangguh dan kuat ke depannya.


"Data ini tidak hanya menunjukkan dampak besar pandemi, tapi juga gambaran besarnya kebutuhan dunia untuk berinvestasi di sistem kesehatan yang lebih kuat, sehingga bisa efektif berjalan selama masa krisis berlangsung, Virus ini berdampak pada 192 Negara.


WHO telah menetapkan status Covid-19 sebagai pandemi sejak 30 Januari 2020. Sejak saat itu, kasus kematian langsung pun tidak akibat penyakit ini terus bermunculan setiap harinya di hampir semua negara.


Angka laporan WHO mengenai jumlah kematian akibat Covid-19 lebih tinggi dibanding angka yang dimiliki tiap negara. Jika dibandingkan, jumlah kematian akibat Covid-19 yang dicatat hampir semua negara di dunia mencapai 6,24 juta kasus per hari ini.


Data WHO di atas memasukkan angka korban jiwa yang harus meregang nyawa karena tidak bisa mengakses layanan dan fasilitas kesehatan akibat tekanan pandemi. Menurut lembaga ini, 84% dari total selisih angka kematian akibat Covid-19 yang dicatat lembaga ini terkonsentrasi di kawasan Asia Tenggara, Eropa, dan Amerika.


Organisasi ini juga menunjukkan lebih banyak pria yang meninggal akibat Covid-19 (57%) dibanding wanita (43%).


Sampai tahun 2023 lalu, jumlah keseluruhan mencapai 21,6 juta lebih, Hingga meliburkan sekolah dan universitas  dengan sekala nasional atau lokal di lebih dari 124 negara dan memengaruhi lebih dari 1,2 miliar siswa di dunia.


Setelah penantian 3 tahun, pada tanggal 5 Mei 2023, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa pandemi Covid-19 telah berakhir. Dengan demikian, saat ini Covid-19 kini tidak menjadi kondisi darurat kesehatan global. Walau begitu, Tedros Adhanom selaku Direktur Jenderal WHO menegaskan berakhirnya pandemi Covid-19 bukan berarti Covid-19 bukan lagi ancaman kesehatan global.


Baca Juga:


Tragedi Gempa Dan Tsunami Aceh, 26 Desember 2004


SALAH SATU AKSI PROTES YANG PALING BERPENGARUH DALAM SEJARAH


Suriname, Negara Pengguna Bahasa Jawa di Benua Amerika

Post a Comment (0)
Previous Post Next Post