Sebagian orang memiliki tanda hitam di jidat. Tanda hitam ini biasa dikira sebagai bekas banyaknya sujud (shalat).
Hal itu didasarkan pada firman Allah dalam surat Al Fath ayat 29:
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud…” (QS. Al Fath: 29)
سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ
"Siimaahum fii wujuuhihim min atsaris sujuud" (tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud). Inilah yang melatari pemahaman bahwa tanda hitam di jidat itu merupakan bekas sujud.
Hal ini tidak sepenuhnya salah karena bisa jadi seseorang banyak sujud (shalat) kemudian tanpa sengaja jidatnya menghitam. Namun, penafsiran para ahli tafsir dari kalangan sahabat Nabi dan tabi’in bukan begitu.
Apabila cara sujud benar, maka tidak akan memburukkan wajah melainkan sebaliknya, menjadi bercahaya dan berseri-seri. Adapun jika jidat menjadi ‘kapalan’ maka artinya harus memperbaiki gerakan shalat. Sebab yang menjadi penopang utama adalah kedua tangan, saat sujud, bukan kepala.
Tanda hitam di jidat orang Muslim kerap dimaknai dengan tingkat pendalaman ibadah yang dijalankannya. Meski sebenarnya hal ini tidak bisa dijadikan ukuran. Kondisi jidat hitam di jidat orang Muslim ini kerap terlihat pada seorang laki-laki. Namun, tak jarang perempuan juga memiliki jidat hitam.
Berbicara soal ketaqwaan umat, sebenarnya perlu ditinjau melalui beberapa aspek keagamaan. Tanda hitam di jidat orang Muslim tidak bisa dijadikan acuan untuk menilai ketaatan agama atau ibadah umat Muslim khususnya.
Hal inipun juga telah dijelaskan dalam Al-Qur’an dalam QS. Al-Fath. Menilik tanda hitam di jidat orang Muslim lebih jauh, ternyata juga ada beberapa penyebab yang dapat mengakibatkan jidat seseorang bisa terjadi.
Untuk itu, perlu memahami dengan baik dan tepat mengenai tanda hitam di jidat orang Muslim agar tidak terjadi riya serta kesalahan pemahaman lainnya yang justru akan mengurangi pahala dalam beribadah.
Tanda hitam di jidat orang Muslim merupakan sebuah gesekan yang dihasilkan oleh kontak berulang dari jidat dengan sajadah saat sholat. Beberapa Muslim menganggap keberadaan tanda hitam di jidat orang Muslim ini merupakan dedikasi relijius dan kesholehan. Padahal tidak selalu demikian.
Apabila ibadah sholat dilakukan dengan teguh dan terus menerus dalam jangka waktu yang lama, jidat hitam dapat berkembang. Sebagian Muslim pun menganggap kehadiran jidat hitam orang Muslim adalah sebagai tanda dedikasi terhadap agama dan kesalehan.
Bahkan sebagian Muslim juga percaya bahwa pada hari kiamat, tanda jidat hitam orang Muslim akan memancarkan cahaya putih yang sangat besar.
Tanda hitam di jidat orang Muslin kerap dikaitkan dengan rajinnya sholat dan tanda kekhusyu’an mereka menjalankan ibadah sholat. Menurut Al-Qur’an yang telah dijelaskan dalam QS. Al-Fath bahwa orang-orang yang bersama Rasulullah memiliki sikap yang tegas terhadap orang-orang kafir, tetapi mereka memiliki rasa kasih sayang yang besar terhadap sesama Muslim dan mereka selalu menjalankan ibadah salat dengan khusyuk untuk mencari rida Allah.
Orang-orang ini juga memiliki tanda sujud di wajahnya. Banyak yang menafsirkan tanda sujud di wajah orang-orang yang bersama Rasulullah itu merupakan gambaran tingkah laku mereka, yaitu perilaku baik dan juga perilaku mencerminkan ajaran Islam.
Menafsirkan bahwa tanda hitam di jidat orang Muslim adalah seseorang yang banyak sujud (sholat) tidak sepenuhnya salah. Namun, para ahli tafsir dari kalangan sahabat Nabi dan tabi’in memiliki penafsiran yang berbeda.
Ibnu Abbas mengatakan kalau firman Allah dalam surat Al Fath ayat 29 yang mengungkapkan jika kekhusyukan terlihat dari bekas sujud itu bukanlah tanda hitam di jidat.
Bekas sujud yang dimaksud dari ayat surat tersebut baru akan terlihat di akhirat nanti. Jadi sebenarnya tanda hitam itu tidak mengartikan apapun. Itu terbentuk hanya karena dahi terlalu menekan saat sujud.
Tanda hitam di jidat orang Muslim ternyata juga terjadi pada golongan lainnya. Ketika banyak orang yang menafsirkan bahwa tanda sujud di wajah adalah orang-orang yang bersama Rasulullah SAW yang secara tidak langsung menggambarkan tingkah laku mereka, yaitu perilaku baik dan juga tabiat yang mencerminkan ajaran Islam.
Faktanya, tanda hitam di jidat orang Muslim bukanlah tanda fisik pada wajah seorang Muslim saja. Jadi, tanda hitam di jidat seseorang bukanlah tanda bahwa orang tersebut telah melaksanakan ibadah sholat dengan rajin dan khusyu.
QS. Al-Fath tersebut menjelaskan kepada seluruh umat Islam bukan hanya kaum Muslim saja yang kerap mendapat tanda hitam di jidat, malainkan Muslimah juga. Selama ini, memang jarang terlihat seorang wanita yang memiliki tanda hitam di jidat.
Padahal tak banyak dari wanita Muslim yang memiliki tingkat keimanan yang lebih tinggi. Banyak juga Muslimah yang telah menjalankan sholat dengan rajin dan khusyu, namun mereka tidak memiliki tanda hitam di jidatnya.
Tanda hitam di jidat orang Muslim bukan semata-mata menandakan keshalehan atau taat ibadahnya. Ukuran kesalehan orang Muslim bukan ditunjukkan dengan adanya tanda hitam di jidat. Kesalehan selalu mengandaikan perilaku, akhlak, dan moralitas yang luhur.
Tanda hitam di jidat orang Muslim sebagai bekas sujud sebagaimana yang terdapat dalam hadits riwayat Abi Darda` RA, ternyata tidak disukai karena dikhawatirkan akan menimbulkan riya pada pemiliknya.
Dimaksudkan bahwa, jika dalam hatinya ada riya maka tidak diperbolehkan atau haram, untuk itu harus dihilangkan. Senada dengan hadits riwayat Abi Darda` ra adalah hadits riwayat Anas bin Malik RA yang menyatakan bahwa Rasulullah saw tidak menyukai seseorang yang memiliki tanda di antara kedua matanya sebagai bekas sujud.
Ada beberapa penyebab tanda hitam di jidat orang Muslim bahkan orang lainnya.
Pertama, disebabkan oleh kulit yang sensitif. Bagi sebagian orang, kulit begitu sensitif dengan beberapa kondisi lingkungan. Apabila kulit wajah kamu merupakan kulit yang sangat sensitif, maka kemungkinan besar tanda hitam di jidat bisa muncul.
Kedua, penyebab hitam di jidat bisa dari gesekan keras saat sujud. Apabila kebiasaan ini dilakukan secara berulang, maka dapat menyebabkan tanda hitam di jidat orang Muslim dan orang lainnya.
Abdullah bin Umar bin Khattab RA. salah seorang shahabat terkemuka tidak menyukai adanya bekas hitam di dahi seorang muslim.
عَنْ سَالِمٍ أَبِى النَّضْرِ قَالَ : جَاءَ رَجُلٌ إِلَى ابْنِ عُمَرَ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ قَالَ : مَنْ أَنْتَ؟ قَالَ : أَنَا حَاضِنُكَ فُلاَنٌ. وَرَأَى بَيْنَ عَيْنَيْهِ سَجْدَةً سَوْدَاءَ فَقَالَ : مَا هَذَا الأَثَرُ بَيْنَ عَيْنَيْكَ؟ فَقَدْ صَحِبْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُمْ فَهَلْ تَرَى هَا هُنَا مِنْ شَىْءٍ؟
Dari Salim Abu Nadhr, ada seorang yang datang menemui Ibnu Umar. Setelah orang tersebut mengucapkan salam, Ibnu Umar bertanya kepadanya, “Siapakah anda?”. “Aku adalah anak asuhmu”, jawab orang tersebut. Ibnu Umar melihat ada bekas sujud yang berwarna hitam di antara kedua matanya. Beliau berkata kepadanya, “Bekas apa yang ada di antara kedua matamu? Sungguh aku telah lama bershahabat dengan Rasulullah, Abu Bakr, Umar dan Utsman. Apakah kau lihat ada bekas tersebut pada dahiku?” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3698)
عَنِ ابْنِ عُمَرَ : أَنَّهُ رَأَى أَثَرًا فَقَالَ : يَا عَبْدَ اللَّهِ إِنَّ صُورَةَ الرَّجُلِ وَجْهُهُ ، فَلاَ تَشِنْ صُورَتَكَ.
Dari Ibnu Umar, beliau melihat ada seorang yang pada dahinya terdapat bekas sujud. Ibnu Umar berkata, “Wahai hamba Allah, sesungguhnya penampilan seseorang itu terletak pada wajahnya. Janganlah kau jelekkan penampilanmu!” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3699).
Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan juga mengatakan hal senada.
“Siapa yang memperbaiki hatinya, maka Allah akan memperbaiki penampilan lahiriahnya,” kata Umar.
“Sesuatu yang terpendam dalam jiwa akan terpancar melalui roman muka,” kata Ustman.
عَنْ أَبِى عَوْنٍ قَالَ : رَأَى أَبُو الدَّرْدَاءِ امْرَأَةً بِوَجْهِهَا أَثَرٌ مِثْلُ ثَفِنَةِ الْعَنْزِ ، فَقَالَ : لَوْ لَمْ يَكُنْ هَذَا بِوَجْهِكِ كَانَ خَيْرًا لَكِ.
Dari Abi Aun, Abu Darda’ melihat seorang perempuan yang pada wajahnya terdapat ‘kapal’ semisal ‘kapal’ yang ada pada seekor kambing. Beliau lantas berkata, ‘Seandainya bekas itu tidak ada pada dirimu tentu lebih baik” (Riwayat Bahaqi dalam Sunan Kubro no 3700).
عَنْ حُمَيْدٍ هُوَ ابْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَ : كُنَّا عِنْدَ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ إِذْ جَاءَهُ الزُّبَيْرُ بْنُ سُهَيْلِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ فَقَالَ : قَدْ أَفْسَدَ وَجْهَهُ ، وَاللَّهِ مَا هِىَ سِيمَاءُ ، وَاللَّهِ لَقَدْ صَلَّيْتُ عَلَى وَجْهِى مُذْ كَذَا وَكَذَا ، مَا أَثَّرَ السُّجُودُ فِى وَجْهِى شَيْئًا.
Dari Humaid bin Abdirrahman, aku berada di dekat as Saib bin Yazid ketika seorang yang bernama az Zubair bin Suhail bin Abdirrahman bin Auf datang. Melihat kedatangannya, as Saib berkata, “Sungguh dia telah merusak wajahnya. Demi Allah bekas di dahi itu bukanlah bekas sujud. Demi Allah aku telah shalat dengan menggunakan wajahku ini selama sekian waktu lamanya namun sujud tidaklah memberi bekas sedikitpun pada wajahku” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3701).
عَنْ مَنْصُورٍ قَالَ قُلْتُ لِمُجَاهِدٍ (سِيمَاهُمْ فِى وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ) أَهُوَ أَثَرُ السُّجُودِ فِى وَجْهِ الإِنْسَانِ؟ فَقَالَ : لاَ إِنَّ أَحَدَهُمْ يَكُونُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ مِثْلُ رُكْبَةِ الْعَنْزِ وَهُوَ كَمَا شَاءَ اللَّهُ يَعْنِى مِنَ الشَّرِّ وَلَكِنَّهُ الْخُشُوعُ.
Dari Manshur, Aku bertanya kepada Mujahid tentang maksud dari firman Allah, ‘tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari ATSARIS SUJUUD (bekas sujud)’ apakah yang dimaksudkan adalah bekas di wajah? Jawaban beliau, “Bukan, bahkan ada orang yang ‘kapalen’ yang ada di antara kedua matanya itu bagaikan ‘kapalen’ yang ada pada lutut onta namun dia adalah orang bejat. Tanda yang dimaksudkan adalah kekhusyu’an” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3702).
Bahkan dalam kitab Hasiyah as-Showi,
وليس المراد به ما بصنعه بعض الجهلة المرائين من العلامة في الجبهة فانه من فعل الخوارج وفي الحديث اني لابغض الرجل واكرهه اذا رايت بين عينيه اثر السجود
“Bukanlah yang dimaksudkan oleh ayat adalah sebagaimana perbuatan orang-orang bodoh dan TUKANG RIYA’ yaitu tanda hitam yang ada di dahi karena hal itu adalah ciri khas khawarij (baca: ahli bid’ah)” dalam sebuah hadits disebutkan sungguh saya benci seseorang yang saya lihat diantara kedua matanya terdapat bekas sujud (Hasyiah ash Shawi 4/134, Dar al Fikr).
Sayyid Qutub dalam tafsir Fi Zhilalil Qur’an menegaskan bahwa “min atsaris sujud” bukanlah tanda hitam di jidat sebagaimana banyak dipahami.
“Siimaahum fii wujuuhihim min atsaris sujuud (tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud). Tanda yang tampak pada wajah mereka adalah keelokan, cahaya, kecerahan dan keramahan,” kata Sayyid Qutub. “Dari sumbu ibadah teranglah kehidupan, keelokan dan kelembutan. Tanda ini bukanlah berupa tanda hitam di jidat sebagaimana yang segera dipahami saat mendengar firman Allah min atsaris sujud. Yang dimaksud atsaris sujud adalah dampak dari ibadah.”
Ibnu Abbas mengatakan maksud tanda-tanda itu adalah tanda baik yang ada pada wajah mereka. Mujahid dan mufassir lainnya menjelaskan atsaris sujud itu ialah khusyu’ dan tawadhu’.
Lalu Bagaimana Jika Terlanjur Memiliki Tanda Hitam di Jidat?
Pertama, yang penting adalah tidak disengaja. Yakni tidak dengan sengaja menekan-nekan jidat lebih keras ketika sujud agar muncul tanda hitam.
Kedua, jika memungkinkan, adalah menghilangkan tanda hitam itu sehingga tidak muncul godaan untuk riya’. Karena ujian terberat pemilik jidat hitam adalah dianggap shalatnya lebih banyak daripada orang lain sehingga bisa memunculkan riya’ ketika mendapat pujian itu atau secara sengaja ingin mendapatkannya.
Ketika Ibnu Umar bertemu dengan seseorang yang memiliki tanda hitam di dahi, ia pun mengingakan. “Bekas apa yang ada di dahimu? Sungguh aku telah lama bersahabat dengan Rasulullah, Abu Bakar, Umar dan Utsman. Apakah kau lihat ada bekas tersebut pada dahiku?”
Abu Darda juga demikian. Saat bertemu dengan orang yang memiliki tanda hitam di dahi, ia mengingatkan. “Seandainya bekas itu tidak ada pada dirimu tentu lebih baik.”
Ketiga, banyak berdoa kepada Allah agar diselamatkan dari riya’.
Karena menurut banyak orang sulit menghilangkan tanda yang muncul secara tidak disengaja itu, yang perlu dilakukan hanya menjaga efeknya. Agar tidak terjangkiti riya’.
Semoga kita selalu dapat menjaga diri kita dari tanda Riya’
Baca Juga: