Tradisi Potong Jari Ala Suku Dani

Tradisi Potong Jari Ala Suku Dani, Mengerikan Namun Sarat Akan Makna.


Suku Dani


Indonesia dikenal dengan beragam tradisi suku dan budaya. Setiap suku memiliki ritual masing-masing terutama dalam beberapa acara adat termasuk acara kematian.


Setiap suku memiliki ritual tersendiri untuk menunjukkan rasa duka akibat kehilangan anggota keluarganya. Mulai dari ritual biasa hingga yang cukup ekstrem seperti yang dilakukan oleh Suku Dani. 


Bagi suku yang bermukim di Papua ini, kebersamaan sangatlah penting. Oleh sebab itu, saat kehilangan anggota keluarga, mereka akan segera memotong ruas jarinya. Tradisi ini dikenal sebagai Iki Palek.


Di pemukiman Suku Dani ini suasana terasa sangat dingin ketika berada di Lembah Baliem Pegunungan Jayawijaya, Papua. Dinginnya alam sampai-sampai membuat kaki ingin melangkah cepat menuju tempat pemukiman warga. Tepatnya, mengunjungi hunian masyarakat Suku Dani yang berada di sekitar hulu Sungai Memberamo.


Kita akan dibuat takjub ketika melihat keindahan arsitektur hunian masyarakat Suku Dani. Namun ketika mata berpindah menyoroti tangan para perempuan Suku Dani, rasa takjub berubah seketika menjadi rasa ngeri. Bulu kuduk tiba-tiba merinding karena mendapati banyaknya jari para perempuan Suku Dani yang tak utuh lagi.


Pemandangan mengerikan tersebut sontak akan membuat kita tertegun dan bertanya. Apa yang terjadi dibalik ruas-ruas jari yang terpotong itu?


Iki palek, menyirat makna yang mendalam. Bagi masyarakat Suku Dani, alasan memilih memotong jari karena bagian tersebut melambangkan kerukunan, kesatuan, dan kekuatan dalam diri manusia. Bagi mereka, jari diibaratkan sebagai anggota keluarga yang jika salah satunya hilang maka akan ada yang kurang. 


Tradisi memotong jari atau yang dikenal dengan istilah iki palek sudah berlangsung sangat lama di pedalaman Papua. Tradisi ekstrem tersebut telah menjadi kebiasaan turun temurun, yang diwariskan oleh para leluhurnya kepada masyarakat Suku Dani.


Bagi masyarakat Suku Dani, jari yang terpotong adalah ungkapan rasa sedih karena kehilangan anggota keluarga. Selain mengungkapkan kesedihan yang mendalam, mereka juga meyakini tradisi memotong jari sebagai maksud untuk mencegah kembalinya malapetaka di tengah keluarga yang berduka.


Meskipun prosesi pemotongan jari dilakukan dengan berbagai cara yang ekstrem, mulai dari menggunakan benda tajam seperti pisau, kapak, atau parang. Lalu, ada yang menggunakan benang dari serat akar-akaran, kemudian digesek-gesekan pada jari tangan hingga putus. Bahkan, sampai ada yang langsung menggigit ruas jari tangan.


Namun faktanya, para perempuan yang menjalani tradisi tidak merasa menyesal sedikit pun kehilangan jari tangannya. Hal ini karena para ibu atau wanita tertua Suku Dani punya pandangan keluarga adalah segala-galanya dan menjadi pokok kehidupan. Sehingga, rasa sakit memotong jari tidak sebanding dengan sakitnya hati kehilangan anggota keluarganya.


Bagi masyarakat Suku Dani, alasan memilih memotong jari karena bagian tersebut melambangkan kerukunan, kesatuan, dan kekuatan dalam diri manusia. Bagi mereka, jari diibaratkan sebagai anggota keluarga yang jika salah satunya hilang maka akan ada yang kurang.


Kehilangan salah satu ruas jari saja bisa mengakibatkan tidak maksimalnya tangan bekerja. Jadi, jika salah satu anggota keluarga meninggal maka hilanglah komponen kebersamaan dan berkuranglah kekuatan.


Selain tradisi pemotongan jari oleh kaum perempuan, kearifan lokal nenek moyang yang diwariskan lainnya adalah prosesi mengiris daun telinga pada laki-laki atau disebut dengan nasu paleg. Sama seperti tradisi sebelumnya, hasil akhir dari bentuk daun telinga yang tak sempurna menjadi simbol rasa sedih karena kehilangan anggota keluarga yang meninggal dunia.


Jari Jari Suku Dani Yang terpotong

Keberlangsungan tradisi iki palek


Pengaruh agama telah mulai berkembang di sekitar Lembah Baliem Pegunungan Jayawijaya. Seperti masuknya Agama Islam dan Kristen ke wilayah tersebut. Sehingga, kedua tradisi tersebut pun perlahan-lahan ditinggalkan.


Keberlangsungan tradisi potong jari dan tradisi ekstrem lainnya saat ini sudah mulai banyak ditinggalkan. Beberapa sumber mengatakan, bahwa pengaruh agama telah mulai berkembang di sekitar Lembah Baliem Pegunungan Jayawijaya.


Seperti masuknya Agama Islam dan Kristen ke wilayah tersebut, serta banyaknya masyarakat yang memeluk agama. Sehingga, kedua tradisi tersebut pun perlahan-lahan ditinggalkan.


Selain itu, Pemerintah Provinsi Papua dan Kabupaten Jayawijaya juga telah melarang tradisi potong jari dan mengiris kulit daun telinga pada masyarakat Suku Dani, karena termasuk ke dalam kategori kejahatan mutilasi.


Walaupun demikian, masih ada sebagian kecil masyarakat Suku Dani yang masih melakukan tradisi iki paleg dan nasu paleg, terutama para orang tua yang masih kuat memegang tradisi para leluhurnya.


Baca juga: 


Teungku Bantaqiah dan Santri Pesantren Babul Al Mukarramah, "Tragedi Beutong Ateuh" Aceh, 23 Juli 1999.


Daftar Tempat Wisata di Yogyakarta di Setiap Kabupaten.

Post a Comment (0)
Previous Post Next Post