Ryan "Sang Jagal Dari Jombang", The Smiling Serial Killer

Di tahun 2008 silam menjadi saksi bagaimana publik Indonesia digegerkan oleh kisah pembunuhan berantai yang melibatkan Very Idham Henyansyah alias Ryan Jombang.


Pada April 2009, Majelis hakim Pengadilan Negeri Depok menjatuhkan vonis hukuman mati kepada Ryan. Menurut keterangan majelis hakim, Ryan terbukti bersalah atas pembunuhan berantai dengan 11 korban.


Kasus Ryan Jombang adalah gambaran tentang cinta buta, tuntutan ekonomi, serta tercorengnya wajah kepolisian.


Kasus Ryan pertama kali terkuak pada Juli 2008 ketika tujuh potongan tubuh manusia dalam dua tas serta kantong plastik ditemukan di dekat Kebun Binatang Ragunan, Jakarta Selatan. Potongan tubuh tersebut diketahui milik Heri Santoso, 40 tahun, manajer penjualan di sebuah perusahaan swasta. Heri adalah gebetan Ryan yang dibunuh di sebuah apartemen yang terletak di kawasan Margonda Raya, Depok.


Keputusan Ryan untuk menghabisi Heri didorong oleh faktor cemburu. Satu hari sebelum pembunuhan, Heri datang ke apartemen Ryan. Setibanya di sana, Heri melihat foto Noval, pacar Ryan. Heri, yang tertarik dengan ketampanan Noval, menggoda Ryan agar merelakan sang kekasih agar tidur dengannya.


Mendengar celetukan tersebut, Ryan langsung murka. Keduanya lantas terlibat adu mulut sebelum akhirnya berlanjut ke baku hantam. Merasa terdesak, Ryan pergi ke dapur dan mengambil pisau dan menusuk Heri tepat di ulu hati. Heri ambruk dan merintih kesakitan. Dalam kondisi tak berdaya, Ryan menyeret Heri ke kamar mandi. Tubuhnya ditelentangkan, kepalanya dihajar dengan tongkat besi. Heri pun tewas.


Dilanda kepanikan dan keinginan menghilangkan jejak Ryan lalu memotong tubuh Heri. Berbekal pisau, Ryan memutilasi Heri ke dalam beberapa bagian: lutut, paha, tangan, alat vital, dan leher. Potongan-potongan itu lantas dimasukkan ke dalam tas dan kantong plastik. Ryan kemudian memanggil taksi dan meminta sang supir mengantarnya ke Ragunan. Di sanalah kemudian ia membuang potongan tubuh korbannya.


Usai Ryan melakukan aksi sadisnya, Noval datang ke apartemen Ryan. Kepada sang pacar, Ryan mengaku baru membunuh Heri. Tak hanya membunuh, Ryan juga mengaku memboyong barang-barang berharga Heri, dari dompet hingga laptop. Keduanya lantas foya-foya dengan barang hasil rampasan itu.


Selang beberapa hari kemudian, tim reserse Polda Metro Jaya menangkap Noval. Pasalnya, Noval teridentifikasi menggunakan kartu ATM milik Heri dan wajahnya terekam kamera ATM. Dari Noval pula polisi berhasil menciduk Ryan.


Dalam proses penyidikan, Ryan mengaku telah membunuh Heri. Namun, polisi mencium gelagat ketidakberesan karena Ryan cenderung ceria ketika berkata bahwa ia sudah menghabisi nyawa Heri. Benar saja, Heri bukanlah korban Ryan yang pertama. Setelah didesak dengan berbagai cara, Ryan mengaku telah menghabisi sekitar 10 orang di kampung halamannya, Jombang. Semua korban dikubur di halaman belakang rumah.


Setelah terkuaknya kasus penjagalan yang dilakukan oleh Ryan, hampir tiada hari tanpa pemberitaan tentang Verry Idham Henyansah alias Ryan (34) yang menjadi tersangka pembunuhan 11 orang di Jombang dan Jakarta. Paling tidak, pemberitaan yang "berlebih" itu telah menguak sedikit siapa sosok Ryan dan siapa saja sosok 11 korban yang "dihabisi" di Jakarta (satu orang) dan di Jombang (10 orang).


Motif cemburu terungkap dalam kasus mutilasi terhadap teman dekatnya Heri Santoso hingga tujuh potongan di Depok, lalu dibuang di Jl Kebagusan, Jakarta (12/7/2008). Sementara itu, dalam kasus pembunuhan 10 orang di belakang rumah orangtua Ryan di desa Jatiwates, Kecamatan Tembelang, kabupaten Jombang, Jatim, selama kurun 2006-2008 terbukti bermotif materi/ekonomi.


Ada tiga korban yang sempat berantem dengan Ryan yaitu Vincentius Yudi Priono (Wonogiri, Jateng), Guruh Setio Pramono (Nganjuk, Jatim), dan seseorang yang disebutnya Graddy (marga Tambunan, Manado), korban umumnya dikenal Ryan, tapi mereka bertemu di berbagai tempat, kemudian diajaknya ke rumahnya di Desa Jatiwates, Kecamatan Tembelang, Kabupaten Jombang. Ada yang bertemu di Surabaya, ada yang di Jombang. Hanya satu yang tak dikenal yakni satu korban yang Ryan sendiri tidak hafal namanya, yakni korban yang diduga dibunuh pertama kali pada 2006.


Dalam proses pembunuhan, ada korban yang dibunuh malam hingga dinihari, tapi ada juga yang dibunuh siang hari. Mereka umumnya mudah dirayu Ryan, karena ada rasa cinta, termasuk ada juga korban wanita yang mencintainya.


Korban Ryan di Jombang adalah Ariel Somba Sitanggang (Jakarta), Vincentius Yudhi Priono (Wonogiri, Jateng), Guruh Setio Pramono (Nganjuk, Jatim), dan Graddy (marga Tambunan, Manado, namun keluarga belum teridentifikasi). Selain itu, Agustinus alias Wawan (28), Muhammad Akhsoni alias Soni (29), Zainal Abidin alias Jeki (21), Nanik Hidayati (23) dengan anaknya Silvia Ramadani Putri (3), dan seorang lagi tak dikenal (dibunuh pertama kali pada tahun 2006).


Baca Juga: 


Teungku Bantaqiah dan Santri Pesantren Babul Al Mukarramah, "Tragedi Beutong Ateuh" Aceh, 23 Juli 1999.


Mengapa Ryan memilih karakter sebagai pembunuh berdarah dingin? Pertanyaan itu baru saja terjawab melalui hasil pemeriksaan psikiater Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur yang dirilis pada Kamis (31/7). "Kalau tanda-tanda psikotis (gangguan jiwa yang berat) tak ada, tapi kalau psikopat (minimnya empati dan kontrol perilaku) memang ya, karena perilakunya impulsif," kata psikiater Polda Jatim AKBP dr Roni Subagio. Menurut dia, "sense of reality" (daya realitas) tersangka sangat normal. "Artinya, tersangka membunuh dengan sadar dan paham akibatnya. Dia tahu mana yang benar dan mana yang salah," katanya.


Namun, tersangka memiliki ciri-ciri kepribadian yang impulsif, sehingga dia sangat sensitif, mudah tersinggung, dan mudah marah, karena itu kepribadian tersangka sering dimanifestasikan dengan tindakan melempar, memukul, marah marah, dan tindak kekerasan lainnya.


Saat diperiksa penyidik, tersangka juga mempunyai keinginan kelihatan nggak normal agar terbebas dari jerat hukum. Dan hal itu biasa, karena itu dilakukan pemeriksaan kejiwaan dan ternyata tak ada gangguan kejiwaan yang berat.


Hasil pemeriksaan psikiater lainnya, tersangka juga mengalami gangguan orientasi seksual berupa homoseksualitas. Dalam hubungan homoseksualitas itu, tersangka lebih menyukai peran sebagai perempuan, tapi kelainan seksual itu nggak ada kaitan dengan kejiwaan, karena mereka yang bukan homo juga dapat mengalami gejala kejiwaan.


Yang menarik, pemeriksaan psikiater terhadap Ryan pada 29 Juli itu telah dicocokkan dengan kepribadian orang tuanya di Jombang yang diperiksa pada 30 Juli 2008. Hasilnya, orang tua Ryan juga normal dari sisi kejiwaan, tapi ibunya mempunyai sifat yang mirip dengan Ryan yakni sensitif, mudah tersinggung, dan mudah marah, bahkan di dalam rumah tangga ada dominasi ibu.


Dalam dinamika kejiwaan Ryan hingga menjadi seperti sekarang ini akibat dia terlahir sebagai anak tunggal dari perkawinan ibunya dengan tiga laki-laki yang tak harmonis, bahkan Ryan merupakan hasil perkawinan ibunya dengan laki-laki ketiga. 


Ryan merasa kurang mendapat perhatian, ada ketidak cocokkan dengan kondisi ekonomi keluarga, dan juga ada ketidak cocokkan dengan perilaku ibu. Ryan sering cekcok dengan orangtuanya, sehingga dia menjadi impulsif dan ada rasa tak suka dengan perilaku ibu.


Sejak kecil Ryan sering mengalami kekerasan dari ibunya, sehingga usia sekitar 13 tahun mengalami tekanan kejiwaan akibat memendam benci kepada ibunya.


Pola pembunuhan Ryan di Jombang


Ryan bertemu korban di suatu tempat dan mengajaknya ke rumah. Beberapa lama kemudian, entah siang atau dini hari, barulah Ryan membantainya. Aksi ditutup dengan merampas barang-barang berharga milik korban serta mengubur mereka di halaman belakang. Mayoritas korban berhasil dibawa ke rumah Ryan karena terpikat dengan rayuannya.


Di luar motif ekonomi dan cemburu, aksi brutal Ryan tersebut juga didorong rasa trauma masa kecilnya yang tidak bahagia. Sewaktu masih anak-anak, Ryan sering jadi korban kekerasan ibunya. Pengalaman itu membuatnya memendam kebencian terhadap sang ibu yang bertahan hingga ia dewasa dan akhirnya disalurkan lewat hasrat membunuh.


Yusti Probowati Rahayu, psikolog asal Universitas Surabaya yang memeriksa kondisi psikologis sang jagal mengatakan bahwa kepribadian Ryan sangat manipulatif, “mudah bohong, agresif, tidak mudah ditebak, egosentrik, dan jika menginginkan sesuatu ia tidak melihat dari sisi moral".


Orang seperti Ryan itu justru berbahaya karena tidak bisa dideteksi. Beda kalau kita bertemu preman yang penampilannya sangat sangar. Begitu ketemu orang seperti itu, radar kita seakan memberi tanda, ini orang gawat, jangan deket-deket.


Kepolisian Sempat Salah Tangkap


Di sisi lain, kasus Ryan Jombang ternyata mencoreng wajah kepolisian karena sempat salah tangkap.


Salah tangkap ini terjadi kala polisi sedang mengusut mayat korban bernama Aldo. Dalam kasus itu, polisi menciduk tiga tersangka:


Imam Hambali alias Kemat, Devid Eko Priyanto, dan Maman Sugianto. Ketiganya adalah warga desa di Kecamatan Perak, Kabupaten Jombang.


Kasus salah tangkap tersebut bermula dari laporan warga yang menemukan sesosok mayat tak dikenal di kebun tebu di Dusun Braan, Desa Bandar Kedungmulyo, Jombang, pagi hari 29 September 2007. Temuan ini kemudian dilaporkan ke Polsek Bandar Kedungmulyo.


Dari Polsek Bandar Kedungmulyo, informasi penemuan mayat itu diteruskan ke Polsek Perak, yang pada 27 September 2007 menerima laporan orang hilang bernama Moh. Asrori atau Aldo, warga Desa Kalangsemanding, Perak. Polisi mempersilakan agar pihak keluarga melapor mengenali jasad korban di Rumah Sakit Umum Jombang.


Kemudian ayah korban, Jalal, dan kakak korban, Agung Wibowo, meyakini mayat yang sudah rusak tersebut sebagai Aldo. Mereka berpatokan pada bekas luka di kaki kanan akibat tersengat knalpot, gigi taringnya yang gingsul, kukunya yang panjang terawat, dan potongan rambutnya yang tipis di kanan-kiri tipis dan tebal di bagian belakang.


Oleh polisi, keterangan keluarga dipercayai begitu saja tanpa melakukan pengecekan ulang sesuai prosedur baku. Berbekal keterangan keluarga, polisi bertindak sembrono: menangkap Kemat, Devid, dan Maman dengan tuduhan "bersekongkol untuk membunuh Aldo". Mereka melakukan aksi keji itu, terang polisi, lantaran “Aldo tak mau diajak kencan." Baik Aldo maupun Kemat kebetulan adalah gay.


Sebagaimana salah tangkap pada umumnya, ketiga “tersangka" itu juga mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan. Berkali kali mereka ditekan untuk mengakui kejahatan yang tidak mereka perbuat. Tak jarang, paksaan selama proses penyidikan disertai aksi kekerasan, dari dipukul sampai ditodong dengan pisau.


Tekanan tersebut berimbas hingga ke meja hijau. Di persidangan, Kemat dan Devid bungkam. Mereka tak menyanggah tuduhan jaksa. Diamnya kedua orang ini diyakini banyak pihak muncul karena “trauma selama proses penyidikan". Akhirnya, majelis hakim tetap menjatuhkan vonis pada Kemat dan Devid. Kemat dihukum 17 tahun penjara, sedangkan Devid 12 tahun.


Kebenaran mulai terungkap tatkala Ryan memberikan keterangan kepada polisi, tak lama setelah ia diringkus. Ia mengaku bahwa dirinyalah yang membunuh Aldo. Alasan Ryan menghabisi Aldo: Ryan tersinggung karena Aldo, yang dianggapnya jelek, mengajaknya kencan. Plus, Aldo menyebut Ryan "seperti kucing", entah apa maksudnya.


Bagi Devid dan Kemat, kabar dari Ryan adalah titik terang dan bukti bahwa mereka benar benar tak bersalah. kendati keduanya harus mengajukan Peninjauan Kembali (PK) agar vonisnya bisa dianulir. Di sisi lain, keterangan Ryan jadi tamparan keras bagi kinerja polisi.


Kriminolog dari Universitas Indonesia, Erlangga Masdiana, mengatakan bahwa profesionalisme dan rendahnya SDM Polri menjadi penyebab maraknya kasus salah tangkap yang disertai kekerasan. Hal itu, catat Erlangga, dilakoni sebagian penyidik demi “mengejar target menuntaskan pengusutan suatu perkara."


Kasus Ryan memang sempat mengejutkan masyarakat Indonesia. Namun, yang lebih bikin kaget lagi adalah salah tangkap yang menjadi blunder besar polisi.


Baca Juga:


Tragedi Bunker Kaliadem, Yogyakarta 2006


Tragedi Bintaro II dan Pengorbanan 3 Syuhada Kereta Api

Post a Comment (0)
Previous Post Next Post